Saturday, August 22, 2015

SURATKU… KE - 3

BULAN 5 MINGGU 2

Dear Kucay,

Udah 5 Bulan yah Cay ternyata, maaf yah beberapa bulan ini aku enggak pernah kirim surat ke kamu. Yah walaupun kalo aku kirim pun kamu belum tentu baca.  Tapi aku di sini masih dalam tahap penyesuaian untuk aku sendiri tanpa kamu. Dan hari ini aku benar-benar merasa Uring-uringan banget. Aku harus banyak cerita nih sama kamu.

Jadi gini Cay, mulai beberapa bulan belakangan ini aku jarang banget pulang. Mungkin hampir enggak pernah. Banyak banget kesibukan aku atau lebih tepatnya menyibukkan diri. Mungkin ini salah satu cara aku melupakan kamu. Dan hari ini ditengah aku meeting Kakak aku telp Cay, dia kasih tahu aku kalau Papa aku sakit. Papa memang udah kena Diabetes dari dulu dan akhir-akhir ini kondisinya terus menurun. Aku kuatir Cay, setelah meeting aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Dan benar, aku melihat kondisi Papa semakin kurus. Dia masih mau beraktifitas seperti biasa tapi menurutku itu cuma cara dia memaksakan dirinya sendiri. Saat aku liat Papa aku cuma bisa duduk di meja makan dan melihat dia yang terus-terusan Nyari aktifitas yang menurutku enggak jelas. Mungkin itu cara Papa menghilangkan rasa sakitnya. Tiba-tiba Papa diam dan menghampiri aku ke meja, dia Tanya tentang kerjaan aku, mungkin itu adalah kali pertama aku ngobrol sama dia setelah 2 tahun belakangan ini aku jarang ada di rumah. Obrolan kami cukup serius, aku cerita lumayan banyak mengenai kerjaan aku, Papa tidak terlalu kasih masukkan soal kerjaan aku, dia lebih memberi banyak wejangan tentang semangat kerja agar aku lebih bisa semangat dan terus mencapai yang aku mau. Papa ajak bicara seperti itu karena dia sendiri sudah banyak mengalami kegagalan yang dia tidak mau aku dapatkan. Ini kali pertama Papa minta maaf karena dia merasa tidak bisa membantu banyak perihal masa depan aku dari sisi akademis karena dia memang tidak mampu menyekolahkan aku yang tinggi. Tapi disatu sisi aku tidak pernah menganggap begitu, aku selalu merasa kalau saja aku lahir dari keluarga yang berada mungkin aku tidak tahu gimana rasanya berjuang buat hidup aku sendiri. Papa telah mengajarkan bahwa hidup belum tentu seperti yang kita mau, tapi kita bisa dapat apa yang kita mau selama kita tidak berhenti untuk hidup.

Aku begitu menikmati obrolan Ayah-Anak yang kami lakukan, sampai pada akhirnya Papa menanyakan hal yang menurutku itu hanya ungkapan sebagian keinginan dia. “Belum kepikiran buat Nikah?” Tanya Papa. Pertanyaan ini enggak bisa aku jawab, sampai Papa melanjutkan, “Papa mau liat kamu dapet apa yang paling pantas buat kamu dan masa depan kamu, walaupun papa ingin lihat lebih dulu bahwa kamu sudah menjadi orang yang pantas untuk masa depanmu sendiri”. Aku diam, selama ini aku pikir Papa hanya orang yang membiarkan hidupku apa adanya tanpa harapan lebih tapi ternyata dia tidak secuek itu. Memperbaiki hidupku menurut dia adalah cara untuk memperbaiki keluarga ini juga. Di umur 28 tahun ini aku memang mulai menyadari bahwa sudah saatnya aku memiliki tanggung jawab lebih dan bukan hanya hidup untuk diri aku sendiri. Mungkin jawaban itu bisa aku jawab dengan cepat kalau saja kamu ada di sebelah aku saat itu, tapi itu udah enggak mungkin.

Seluruh keluarga aku mungkin udah menunggu siapa yang aku pilih buat jadi pasangan aku nanti. Mereka menunggu aku untuk benar-benar mempunyai pilihan yang tepat dan mampu membuat aku menjadi lebih maju. Sejujurnya mereka sempat merasa tenang beberapa tahun yang lalu karena mereka pikir aku sudah mempunyai pasangan yang bisa ada di hidup aku. Ya enggak salah juga, karena beberapa tahun yang lalu aku menjalani hubungan yang cukup serius dengan seorang perempuan yang sangat amat baik menurutku dan sudah amat sangat dekat dengan keluargaku, seorang malaikat yang sanggup mengerti apapun kondisi aku dan juga lemah lembut. Namun kondisi aku saat itu belum siap dan aku hanya sering membuat dia sakit, ditambah dengan kesibukkan aku yang saat itu enggak bisa kasih perhatian lebih ke dia sampai akhirnya kondisi salah paham terjadi dan dia merasa aku enggak perhatian ke dia karena aku sudah mempunyai yang lain. Pemikiran itu tidak salah juga karena aku memang sibuk dengan yang lain tapi berwujud pekerjaan dan bukan perempuan. Disaat itu aku memutuskan untuk terima keputusan dia tanpa bisa ketemu langsung dan hanya lewat telp atau SMS. Sedih banget tapi aku tahu kalau aku juga belum bisa buat dia bahagia dengan cara aku saat itu dan dia berhak mendapatkan kebahagiaannya dengan lepas dari aku, aku enggak bisa menyakiti dia lebih dari itu. Perasaan menyesal datang setiap saat.

Dan Sekarang keluarga aku mulai meminta aku untuk menemukan orang yang tepat buat aku agar aku bisa memutuskan untuk menikah. Menurutku enggak segampang itu untuk aku memutuskan menikah. Karena aku tahu aku masih belum banyak kesiapan tapi aku juga tidak bisa membuat Papa terus-terusan menjadikan aku beban pikiran dia lagi.

Mungkin ini memang sudah saatnya untuk aku keluar dari kondisi diri aku yang seperti ini. Mungkin setelah menulis surat ini aku harus hubungin Raffie, walaupun terkadang yang di kepalanya Raffi hanya senang-senang tapi dia adalah orang yang mempunyai banyak ide. Semoga ide dia kali ini bisa membantu yah Cay.


Cay, jangan marah yah sama cerita aku. Kamu tau kan aku hanya bisa cerita ini sama kamu. Masih akan ada banyak cerita lagi nantinya kok. Jangan kapok yah bacanya. Aku hanya cerita bahwa aku sudah pernah kehilangan Malaikat sebelumnya dan kamu yang sekarang sudah menjadi malaikat tanpa aku sempat merasa artinya memiliki. Kehilangan sosok Malaikat bukan hal yang mudah.  

No comments:

Post a Comment