Wednesday, November 21, 2018

Buku ini untuk Dia




Reinkarnasi Cinta, mungkin inilah yang terjadi dan semua ditunjukkan dengan cara yang berbeda, namun inti dari ceritanya sama. Bermula dari sebuah buku yang kutulis untuk seorang wanita, buku yang menceritakan sebuah kejujuran dari seorang pria yang selalu menjadi pembohong yang pintar. Dan pria itu adalah aku sendiri.

Aku telah menulis sebuah buku yang berawal dari sebuah surat. Surat yang awalnya aku tulis untuk seorang perempuan di masa lalu, untuk seorang yang telah pergi dari hidup ku dan membuat aku merasakan pahitnya rindu yang selalu hadir tanpa undangan atau bahkan pemberitahuan terlebih dahulu. Perasaan yang secara acak telah mengacaukan pikiranku, hingga aku harus menulis surat untuknya sebagai bentuk apresiasi yang aku berikan kepada perasaan rinduku.

Aku sendiri bukanlah orang yang terbiasa untuk berbagi kisah, namun saat aku mencoba untuk mulai menulis surat kepada wanita yang pernah menjadi bagian dari kesibukkanku, aku mulai merasa bahwa menuangkan bahasa pemikiran di atas sebuah lembar putih ternyata menyenangkan. Walaupun aku sudah tahu bahwa surat ini tidak akan pernah dibaca olehnya, aku tetap merasa kata-kata yang kutulis ini akan sampai kepadanya, entah darimana kepercayaan itu hadir, tapi aku tetap dengan semangat menuliskan surat untuknya. Pramoedya salah satu penulis faforitku pernah berkata “seseorang akan dikenang melalui tulisannya” mungkin ini berbeda, karena aku yang menuliskan semua tentangnya dan bukanlah tulisan dari dirinya langsung tapi sekecil-nya hasil tulisan yang kudapat, aku yakin akan ada yang mengantarkan  cerita ini kepadanya. Dan aku menjadi beruban banyak, dulu diriku adalah tipikal yang menampung banyak kata di dalam pikiran, kini aku mulai merasa bahwa menyalurkan pikiran melalui sebuah tulisan bisa membuat hati menjadi lega. Walaupun aku bukan seorang penulis tapi keinginan menulis bisa terjadi, karena adanya sebuah pikiran yang luar biasa membuat sesak apabila tak tersalurkan.  

Aku telah menjalani sebuah hubungan yang sangat indah, hubungan yang membuat aku berani untuk menetapkan pilihan dan berhenti dalam sebuah pencarian. Aku pernah membaca sebuah artikel majalah yang menceritakan bahwa wanita adalah tulang rusuk laki-laki dan setiap orang dilahirkan dengan mempunyai jodohnya masing-masing. Namun saat aku membacanya, banyak pertanyaan yang singgah dikepalaku, jikalau setiap manusia diciptakan dengan memiliki jodohnya masing-masing, lalu kenapa masih ada yang meninggalkan dunia tanpa memiliki pasangan. Pertanyaan itu melekat sampai aku mendapat jawaban bahwa manusia hadir di dunia, mempunyai jodohnya masing-masing. Namun jodoh yang diberikan bukanlah dengan cara cuma-cuma. Di balik pemberian sebuah jodoh tetap ada yang sebuah ‘usaha’ di dalamnya. Bahkan walaupun jodoh itu dimulai dari pilihan orang tua. Karena seandainya memang dari diri kita juga menerimanya dengan senang hati maka pilihan kita tersebut dapat kita sebut jodoh. Bagaimana jika tidak? Atau salah satu dari pasangan menolak? Maka kita telah memaksakan jodoh kita. Selayaknya sebuah pilihan dan jika memang sebuah perjodohan dari orang tua adalah pilihan kita, maka kita harus membuat calon jodoh kita untuk juga dapat menerimanya, dengan senang hati, dan sekali lagi tetap akan ada yang namanya berusaha.

Bahkan jika sebuah perjodohan dari orang tua diterima dengan senang hati oleh kedua pasangan tersebut maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama adalah karena pasangan tersebut memang pantas dilihat dari usaha mereka terhadap diri mereka sendiri, saat menjalani hidup mereka masing-masing atau karena usaha orang tuanya yang membuat mereka pantas dijodohkan.

Jadi, semua karena usaha dari masing-masing diri kita saat menghadapi jodoh yang diberikan. Dan bagaimana jika kita merasa sudah berusaha namun pasangan kita lebih memilih pergi? Untuk seorang wanita mungkin ada fakta yang belum bisa diterima banyak orang, tapi faktanya jika seorang laki-laki memutuskan untuk pergi dengan mudahnya dari hidup seorang wanita, maka itu dapat terlihat dari sejauh mana usaha pria mendekati wanita dan apa tujuannya.

Tugas wanita adalah menyadarinya, karena jika usaha seorang pria tidak ditunjukkan dengan keras, maka pria tersebut pastinya menganggap hubungan ini seperti hubungan yang mudah, terlihat dari bagaimana cara mereka menghargai hubungannya. Tapi untuk seorang pria, dalam mencari pasangan sama seperti mencari tulang rusuknya sendiri, dan saat tulang rusuknya sudah ditemukan ternyata sedang dalam posisi melengkung. Di sinilah usaha seorang pria terlihat. Usaha yang mengharuskan mereka meluruskan istilah ‘tulang bengkok’ dimana jika dipaksakan maka akan patah dan jika dibiarkan melengkung maka akan terasa sakit di dada. Namun kembali lagi jika seorang pria sudah memilih maka dia harus mempertanggung jawabkan pilihannya.

Aku sendiri menyadari hal itu dalam hubungan yang aku jalani. Betapa susahnya aku menjadi seorang pria yang telah menentukan pilhannya. Bukan karena aku terpaksa untuk menjalankan tanggung jawabku. Namun aku merasa seorang pria yang sudah menentukan pilihan layaknya mobil yang melaju di dalam jalur cepat, satu arah dan tidak ada jalan putar, bahkan tidak boleh melawan arah. Pria itu sendirilah yang menentukan pintu keluar ada di mana, di tengah? Atau di akhir? Apapun pilihannya, tergantung bagaimana kesiapan seorang pria dan cara seorang pria menjalaninya. Aku yang dulu terlalu pemilih dan cenderung cepat berganti pilihan, kini telah berani untuk berkata bahwa aku telah memilih seorang yang kelak akan menjadi tempat terakhir untuk aku singgah.  Dialah pintu Tol terakhirku.
Sebelum menjalani hubungan baru dan memilih untuk terus bersama seorang yang menurutku sudah sangat tepat untuk diriku, aku sedang merasakan kehilangan dan itulah kali pertama aku menulis surat hanya untuk melepas rasa rindu walaupun tidak terjawab, namun kuhentikan karena saat itu menurutku, aku sudah cukup puas untuk meluapkan rasa rinduku kepadanya.

Entah bagaimana, justru setelah aku mengenal seorang yang telah aku pilih, aku ternyata mempunyai energi lebih untuk meneruskan surat tersebut sampai menjadi sebuah buku. Buku yang kemudian aku kirimkan untuk pasangan atau bahkan partner untukku, sebagai orang pertama yang membaca hasil tulisan pertamaku.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, aku justru mengalami kejadian yang perlahan kualami, bahkan sama persis dengan buku yang kubuat. Entah apahkah ini takdir atau memang disengaja, tapi aku sempat merasa buku ini seperti buku yang mengutuk diriku dari kesalahan-kesalahanku di masa lalu. Seperti sebuah reinkarnasi dari perasaan-perasaan yang telah mati.

Setiap perasaan yang kutulis di buku ini berubah menjadi kenyataan, dua kali berturut-turut, yaitu saat masih kutulis dan setelah selesai kutulis. Buku yang sempat membuat aku takut untuk membukanya kembali. Buku ini membuat orang yang kupilih untuk diperjuangkan, merasa terinspirasi, sehingga aku merasakan kejadian yang sama persis dengan buku ini. Semua perasaan yang ada dalam buku inilah yang mewakili isi sebenarnya tulisanku dalam buku ini.

Aku memberanikan diri untuk membacanya kembali. Suratku..Cay adalah judul pertama yang kuberikan pada buku tersebut, sebelum menjadi judul yang sekarang, judul yang menurutku lebih jujur menurutku. Judul awal tersebut  sangat aneh memang, tapi judul ini terpikiri karena buku ini kubuat untuk seseorang yang kupanggil Kucay sebagai nama panggilan sayang. Dia memang sudah pergi lebih dulu meninggalkan diriku. Namun dia adalah seseorang yang meninggalkan banyak pelajaran dalam hidupku sebelum aku berani memutuskan untuk bersama orang lain.

Aku sempat merasa takut membacanya kembali. Karena membuka buku ini kembali, sama seperti membuat aku teringat kepada 2 masa lalu yang indah, namun harus kuakhiri dengan pahit. Buku ini seakan bicara banyak tentang diriku. Aku memutuskan untuk membacanya kembali dan mengingat dari waktu ke waktu, karena buku ini selayaknya buku yang menceritakan perjalanan hidupku dari ke hari saat aku mulai mencintai seseorang. Dan sekarang aku akan membacanya kembali dimulai dari BULAN PERTAMA.

No comments:

Post a Comment